NEGARA HADIR KETIKA MELAYANI DENGAN NURANI

 T. Muhammad Jafar Sulaiman

Apa yang harus dilakukan negara untuk banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat ?. Yang harus dilakukan negara adalah menjadi pelayan dan melayani rakyatnya dengan nurani, dengan hati untuk segera pulih secepatnya, bukan untuk menjadi pahlawan. Kita hormati segala daya dan upaya yang negara telah lakukan, tetapi negara itu bukan pahlawan. Namun hari ini, setelah segala kerusakan yang dilakukan oleh aparaturnya, negara hadir seolah – olah sebagai pahlawan, sebagai penyelamat masa depan, akan membangun rumah, akan membangun jembatan, akan membangun jalan, padahal itu semua memang tanggung jawab penuh dan kewajiban penuh negara kepada rakyatnya, negara wajib memenuhi secara total segala kebutuhan rakyatnya yang menjadi korban untuk pulih secepat-cepatnya seperti sedia kala, karena tujuan negara adalah untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. 
Negara itu bukan pahlawan, tetapi pelayan, pahlawan itu adalah seorang ibu yang terus memeluknya anaknya seorang diri dalam arus air yang deras, ketika tidak ada satupun perahu negara yang datang, pahlawan itu seorang ibu yang mengikat anaknya dengan kain dipohon agar anaknya selamat dan ibunya tenggelam karena tidak ada satupun perahu-perahu negara yang datang menolongnya. Pahlawan itu adalah ribuan orang – orang Gayo yang berjalan ratusan kilometer, memanggul cabe, menukarnya dengan beras, agar keluarganya tidak kelaparan, menenteng jerigen minyak, naik turun bukit, bermalam dihutan, tidur dalam hujan, dan tidak pernah tahu lagi kapan semuanya akan berakhir.  pahlawan itu adalah warga yang saling membantu warga tanpa pamrih, pahlawan itu para relawan yang mengarungi lautan berhari – hari, menyeberangi sungai, tetap berjalan dipekat malam, pahlawan itu para donatur yang membantu korban tanpa perlu pencitraan.

Source : MPN Indonesia 
Kapan Negara dikatakan Hadir ? 
Negara sah dikatakan hadir kepada rakyat adalah ketika bisa membuat rakyatnya sejahtera, bahagia dan tidak menderita. Negara juga benar dikatakan hadir kepada rakyat adalah ketika bisa menghidangkan makanan secepat-cepatnya kepada rakyatnya yang lapar sehingga rakyatnya bisa lansung makan, bukan bicara beras yang dipanggul, bukan menyampaikan harapan tanpa kejelasan dan tanpa kepastian,  bukan memeluk dan mencium rakyatnya yang kehilangan segalanya, namun kembali kehilangan harapan ketika negara telah pergi, jika diluar ini semua, maka kehadiran negara adalah tidak sah dan bohong (hoax). 
Ditengah level penderitaan rakyat yang begitu tinggi saat ini, pemimpin tertinggi negeri datang berkali – kali, membawa segala keagungan dan kebesaran perangkat serta petinggi negeri, memikul beras, memakai rompi perang, menyapu lumpur, berjabat tangan dan menyerahkan pangan, berjalan kesana kemari, menyampaikan janji – janji serta memberikan harapan yang belum dapat dikatakan pasti, itu semua bukanlah sebuah kehadiran negara, tetapi hanya kehadiran sekumpulan orang – orang yang menutupi segala ketidak adilan  dan penindasan yang mereka lakukan terhadap rakyat selama berpuluh – puluh tahun dengan membawa makanan yang mungkin hanya cukup untuk makan tiga hari, mereka membelai kepala anak – anak, berjabat tangan dengan orang – orang tua, seolah -olah sebagai malaikat utusan Tuhan yang datang dan berkata  berkata : “kami datang untuk meringankan penderitaan rakyat dan untuk  apapun yang ingin disampaikan rakyat dalam musibah ini”. Padahal dalam kondisi normal, mereka tidak pernah mengindahkan kata-kata rakyat ketika rakyat berkata : “ jangan tebang pohon, jangan gunduli hutan, jangan keruk bumi, nanti kami yang menanggung segala deritanya sampai mati “ 
Kehadiran seperti ini justru semakin menambah beban rakyat, justru semakin membuat rakyat marah, bermilyar dana dihabiskan, semuanya berkamuflase, semuanya bersandiwara, tenda segera didirikan, listrik menyala, sinyal membaha kencangnya, dapur umum didirikan, padahal sebelumnya aparatur negara tidak memperlakukan korban sebagai manusia, tetapi hanya sebagai data dan hanya sebagai canda, dan setelah negara pergi lagi, semua kembali ke akhlak awal, lampu kembali padam berhari – hari, sinyal mati suri, rakyat kembali makan mie mentah, rakyat kembali bermalam dalam hujan dan dalam dingin tanpa atap, tidak ada yang berubah, sudah 15 hari bencana, rakyat Bener Meriah dan Aceh Tengah masih terus berjalan kaki agar tidak mati, rumah – rumah yang tertimbun lumpur masih seperti biasa, debu dan lumpur tidak ada yang berkurang.
Sejatinya, kehadiran negara yang paling diinginkan rakyat adalah kehadiran kebijakan yang berpihak kepada rakyat yang tertancap disanubari terdalam rakyat dan tertinggal abadi dihati mereka, bukan hanya kehadiran fisik, tubuh dan mulut saja yang sangat terbatas dan tidak mungkin semuanya bisa dikunjungi. Semua orang bisa memikul beras seperti yang dilakukan bapaknya, semua orang bisa membersihkan lumpur seperti yang dilakukan anaknya, semua punya mulut untuk berbicara, semua punya kaki untuk berjalan,  tetapi tidak semua orang punya otoritas untuk melahirkan kebijakan dan membuat kebijakan. Dikarenakan hanya pejabat-pejabat negara yang punya otoritas yang bisa melahirkan kebijakan, maka kebijakan yang berpihak kepada rakyat adalah yang paling utama diinginka rakyat, bukan hanya ucapan 
Kemana Negara ? 
Idealnya, semua rakyat pasti menginginkan negara hadir bersama mereka dalam suka dan duka, dalam ceria dan dalam segala kesulitan. Namun, dalam banjir besar yang melanda Aceh, negara tidak hadir bersama mereka diawal segala kesulitan dan penderitaan yang mereka alami. Ketika air bah, banjir bandang dan lumpur menghanyutkan rumah, menenggelamkan manusia, sehingga warga harus bertahan diatap – atap rumah tanpa kepastian kapan akan bisa dievakuasi, membuat rakyat harus bertahan hidup dengan air yang melewati batang hidungnya, disini,  negara tidak hadir bersama mereka, karena  jika negara hadir maka warga akan melihat banyak boat – boat Basarnas, Perahu – perahu BNPB yang berkeliling membawa makanan dan mengevakuasi warga secepatnya dihari-hari pertama banjir. Jika negara benar-benar hadir,  maka diudara akan terbang helikopter – helikopter yang melemparkan makanan kepada warga dihari-hari pertama banjir sehingga warga terhindar dari kelaparan. 
Negara tidak hadir disaat – saat genting ini, negara hanya melihat dan membiarkan nyawa-nyawa manusia melayang begitu saja padahal negara punya semuanya, negara bisa melakukan segalanya, kita tidak pernah tahu apa yang dipertimbangkan negara sehingga negara tidak hadir disaat – saat genting ini, mungkin negara lebih mementingkan peralatan – peralatannya tidak rusak, sehingga segala peralatan – peralatan yang  sebenarnya bisa digunakan untuk menyelamatkan manusia, tetapi tidak digunakan agar tetap bisa dipertontonkan untuk parade kesombongan negara yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kesejahteran rakyat. 
Negara yang baik adalah negara yang hadir kepada rakyatnya tanpa perlu rakyat memohon dan berteriak kepadanya, karena kehadiran negara bukanlah seperti absen seorang guru SD kepada murid-muridnya dengan memanggil nama dan murid menyahut dengan kata “hadir”, kehadiran negara lebih dari ini, sudah hadir sebelum rakyatnya berteriak dan kemarin telah membuktikan bahwa ketika rakyat sudah berteriakpun, negara masih santai dan membiarkan rakyatnya lapar berhari – hari dan kemudian mati. 
Negara tidak pernah hadir di Pidie Jaya, negara tidak pernah hadir kepada seorang ibu yang  ketika ditemukan jenazahnya dalam lumpur masih memeluk anaknya sampai akhir hayatnya. Jika negara hadir, maka ibu itu memeluk anaknya bukan sebagai jenazah tetapi sebagai seorang ibu yang wajib dilindungi hidupnya oleh negara. Di Lhokseumawe, satu keluarga hanyut terbawa arus deras banjir, sang ibu memegang  dengan erat anaknya, namun pegangannya terlepas dan sang ibu hanya bisa menangis ketika anaknya yangtanpa baju dan  masih sangat kecil itu terlepas dari tangannya, , mereka hanyut dan terbawa berkilo - kilo meter, jauh sekali, negara tidak pernah hadir disini. 
Di Aceh Tamiang, di awal banjir, negara tidak pernah hadir kepada 50 orang yang bertahan hidup dibangunan lantai dua sebuah rumah, mereka memasak nasi yang  hanya cukup untuk anak-anak saja agar anak-anak itu tidak kelaparan sedangkan orang dewasa dan orang tua menahan lapar, masing- masing anak pun hanya mendapat 2 sendok  nasi, negara tidak pernah hadir disini. Karena jika negara hadir maka 50 orang diatas rumah tersebut tidak kelaparan karena ada boat milik negara yang hadir dan membawa makanan sehingga mereka tidak kelaparan. 
Ketika negara menjumpai rakyatnya, maka jangan pernah sekali-sekali berkata sabar kepada rakyat, karena rakyat sudah cukup sangat bersabar selama 80 tahun, tanpa pernah berubah hidupnya, tanpa pernah maju hidupnya, selama 80 tahun negara hanya terus memperkaya segelintir orang dan terus memiskinkan puluhan juta rakyat. Rakyat sudah habis kesabarannya terhadap negara ketika negara hanya membiarkan pejabat – pejabat negara terus memperkaya diri dan terus menambah segala kemewahan fasilitas hidupnya. Jangan pernah sampaikan kepada rakyat bahwa negara tidak punya uang dan jangan pernah sampaikan kepada rakyat untuk bersabar, karena setelah 80 tahun merdeka, rakyat sudah tidak punya kesabaran lagi, dengan tingkat pengangguran 7, 46 juta, pendapatan yang semakin rendah, tidak ada kelayakan hidup sebagai manusia. 
Ketika  negara menemui rakyat, maka jangan pernah berkata rakyat harap menunggu, karena semua butuh waktu, sedangkan negara begitu cepat menaikkan gaji anggota DPR. Ketika menemui rakyat jangan pernah berkata rakyat negara tidak punya uang, keuangan negara terbatas sedangkan dalam Korupsi Tata Niaga Timah, negara punya Rp 300 Triliun, korupsi Tata Kelola Minyak di Pertamina, negara punya  Rp 193,7 Triliun, kasus BLBI negara punya uang  Rp 138 Triliun, negara punya uang sitaan trilyunan yang dipertontonkan kepada publik. Negara punya uang sitaan korupsi yang menggunung di Kejaksaan Agung sebanyak 13 trilyun. 
Dimana Negara Hadir ? 
Ketika negara tidak melayani dengan hati, tidak melayani dengan cepat, tidak melayani penuh totalitas dan tidak memberikan solusi secara cepat dan tepat, maka  tidak pernah hadir,  Negara hanya hadir bersama gelondogan kayu, negara hanya hadir bersama banjir dan lumpur, negara hanya hadir bersama listrik yang mati, sinyal yang tidak ada, negara hanya hadir bersama omongan para pejabat yang menyatakan bencana banjir di Aceh hanya mencekam diMedsos, negara hanya hadir pada pernyataan kepada Basarnas yang menyatakan tidak ada daerah yang terisolasi, semua terhubung lewt laut dan udara, padahal disaat yang sama ratusan ribu orang di Bener Meriah dan Aceh Tengah berteriak kelaparan. Negara hanya hadir pada ucapan seorang anggota DPR RI yang menyatakan bahwa negara telah terlebih dahulu hadir, telah menggelontorkan trilyunan rupiah, telah mendirikan posko-posko, negara hanya hadir lewat ucapan maaf seorang direktur PLN, berminggu – minggu rakyat tanpa listrik, negara hanya hadir lewat Pertamina yang hanya diam ketika ribuan rakyat mengantri berahri – hari dipanas Mentari hanya untuk mendapatkan gas 3 kilogram, negara hanya hadir pada perusahaan – perusahaan negara yang memperlakukan rakyat tidak manusiawi.  











Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca Juga Tulisan Lainnya :