"SELALU MENGHADIRKAN MASA LALU ADALAH TANDA TIDAK MAMPU"
Bisa dipastikan, ketika kita menemukan seseorang, sekelompok orang atau sekumpulan orang - orang yang selalu berbicara masa lalu, dan selalu ingin menghadirkan masa lalu ke masa sekarang atau selalu mencantolkan sebuah visi, sebuah proyek besar nan mercusuar sebagai semangat mengembalikan marwah sebuah daerah kemasa seperti masa lalu, maka itu adalah tanda bahwa orang - orang tersebut adalah orang - orang yang tidak punya kemampuan untuk mewujdukan sesuatu saat ini dengan spirit dan kekuatan sendiri sehingga harus selalu mengambil spirit masa lalu . Mereka tidak mampu menghadirkan masa depan sekarang, mereka tidak mampu berdiri sendiri, mereka tidak mampu berkarya sendiri dan harus selalu mengucapkan dan mengulang – ulang narasi bahwa kita harus membangun peradaban hari seperti peradaban yang pernah ada dimasa lalu.
Pemikiran seperti ini adalah pemikiran yang cacat logika, ketersambungannya tidak ada, relevansinya tidak ada dan premis-premisnya tidak terpenuhi. Dimana letak cacatnya ?.
Pertama, zamanya sudah berbeda, katakanlah yang ingin dihadirkan adalah spiritnya saja, bukan bangunan fisiknya atau memindahkan keadaan fisiknya, jika seperti inipun, maka spiritnya tentu juga sudah berbeda, spirit masa lalu adalah spirit kerajaan yang tidak mengenal kesepakatan bersama, melainkan titah raja, sedangkan spirit saat ini adalah spirit spirit demokrasi yang mengenal kesepakatan bersama dan keterwakilan politik. kondisi ini tentu sangat berbeda, sehingga ketika yang ingin dihadirkan adalah spiritnya saja, maka inipun akan bertentangan ketika ingin diwujudkan, zaman berbeda, tentu implikasinya berbeda.
Kedua, tidak ada bentuk kongkrit, semuanya abstrak. sehingga ketika yang abtrak itu ingin dikongkritkan, bentuknya tidak pernah ada. Misal, jika dikatakan ingin membanguan peradaban dimasa sekarang dan ingin agar apa yang bangun tersebut imgin mengembalikan kejayaan masa lalu (masa Iskandar Muda), apanya yang ingin dikembalikan ?, katakanlah yang ingin dikembalikan kesejahteraan, dizaman Iskandar muda juga terjadi kelaparan, atau yang ingin dikembalikan wibawa kekuasaan, pola kekuasaan dizaman Iskandar Muda adalah pola kekuasaan otoriter, tentu sangat berbeda. Akhirnya semuanya abstrak, absurd, semuanya imajiner. Sehingga disetiap ada kontestasi politik, rakyat Aceh selalu disuguhkan sesuatu yang imajiner dan tidak pernah kongkrit.
Ketiga, sebenarnya itu adalah politik bahasa , tetapi oleh mereka dirubah menjadi kerja politik. Ketika itu hanya politik bahasa, maka dengan narasi mengembalikan Aceh seperti zaman Iskandar Muda, maka warga dimanipulasi dengan bahasa untuk memberikan legitimasi kepada mereka mewujdukan kerja – kerja tersebut, kondisi ini tentu sangat bertentangan antara tujuan dan keinginan, tujuannya adalah untuk mendapat kekuasaan, sedangkan keinginannya adalah tidak untuk mewujudkan semua itu melainkan hanya alat meraih kekuasaan saja.
Keempat, dan ini sangat berbahaya adalah yaitu menjadikan ini sebagai sesuatu yang rasional, padahal Irrasional. Rasional dan irrasional tidak terletak pada rasional atau iirasional untuk mewujudkannya, tetapi pada relevansi waktu. Bahwa yang paling rasional adalah : saat ini (Present), masa lalu dan masa depan sedang terjadi, dalam present, disitu masa lalu dan disitu masa depan, sehingga tidak perlu lagi menggunakan narasi -narasi mengembalikan masa kini seperti kejayaan masa lalu dan yang seharusnya dilakukan adalah menjadi kan masa sekarang (present yang juga ada masa lalu dan masa depan) sebagai masa yang paling maju, paling jaya, paling spektakuler dibandingkan masa lalu.
Sebuah ketidak mampuan
Jika orang - orang tersebut mampu mewujudkan sesuatu saat ini sebagai sebuah kemajuan besar, maka mereka akan berbicara, mereka mereka akan bekerja dan mereka akan berkata : "kami akan menjadikan daerah ini, kami akan membangun wilayah ini, kami akan memakmurkan dan mensejahterakan negeri ini melebihi dan melampaui masa lalu", tapi kita tidak pernah mendengar perkataan dan semangat seperti ini dalam 20 tahun terakhir. Karena ketidak percayaan diri begitu besar dan kepercayaan diri yang tidak begitu besar ini disebabkan oleh tidak dipunyainya kapasitas pengetahuan.
Jika negeri yang dimaksud tersebut adalah Aceh dan selalu muncul disetiap pilkada, maka dapat dipastikan bahwa itu adalah sebuah seni politik untuk mengelabui massa dengan menjanjikan sesuatu yang sebenarnya sangat berat untuk direalisasikan dan mereka dengan sadar juga sangat tahu persis bahwa akan sangat sulit diwujudkan, namun dikondisikan seolah - olah mereka akan berjuang mati- matian demi marwah negeri, demi membela kesejahteraan rakyat, karena jika itu terwujud rakyakt akan sejahtera.
Ujungnya nanti adalah, ketika nanti janji itu sulit terwujud karena berarsiran destruktif dengan konstelasi politik dan kestabilan ekonomi nasional dan daerah lain diluar Aceh, mereka pasti akan berkata "Kami sudah memperjuangkan secara terhormat; demi marwah Aceh, demi syariat Islam, namun pusat menolak, daerah - daerah lain juga menolak, merekalah yang bermasalah. Padahal dari awal memulai, mereka sudah tahu bahwa ini sulit dan berat untuk diwujudkan.
Ada sebuah teori yang disebut dengan riak dan sebab. Riak itu adalah penampakan dipermukaan, kita bisa melihat penampakannya, sehingga semua orang menganggap bahwa itu adalah fakta sebenarnya, itulah kondisi sebenarnya, banyak sekali orang tertipu, terkecoh dan salah mengambil kesimpulan disini, padahal ada yang sebenarnya dibalik riak itu dan itu adalah sebab atau asal muasal, sebab inilah yang harus didapat, agar semuanya tidak fokus pada riak, tetapi fokus pada sebab, sehingga tahu kondisi sebenarnya dan tepat dalam mengambil keputusan - keputusan.
Contohnya adalah menjanjikan sebuah projek besar dan mercusuar untuk peradaban, sehingga semua orang euforia, histeria dan mengalami halusinasi peradaban, ter ektase dengan segala kejayaan masa lalu, padahal itu hanyalah riak saja, sebabnya adalah untuk memenangkan kontestasi, maka berjanji. Sebabnya adalah karena ketidak mampuan untuk bisa mewujudkan, maka harus menjanjikan dan kita tahu strategi untuk melepaskan diri, yaitu membenturkan massa dengan pusat.
Tentu sudah sangat terang, "yang mana riak", "yang mana sebab".
Semua itu adalah semu, karena semua itu masa lalu, yang paling real adalah kondisi sekarang, kini dan disini dan segala permasalahan yang ada sekarang, kini dan disini, solusinya adalah dengan segala teknologi dan spirit yang hidup dan ada dimasa sekarang, bukan dengan menghadirkan masa lalu, bukan dengan menghadirkan spirit masa lalu ke "kini " dan 'disini".
Disatu sisi, mereka pasti akan berkata, bahwa kita tidak menghadirkan masa lalu, kita hanya menghadirkan spirit, kita hanya mengambil semangat, agar kita tidak jadi bangsa yang lupa akan endatu dan tidak lupa akan sejarah, padalah alam bawah sadarnya begitu, tetap ingin menghadirkan kejayaan masa Iskandar Muda, ke era kini, padahal masa Iskandar Muda juga banyak rakyat Aceh mati kekaparan, pemerintahannya juga kejam dan bengis, suka menyiksa, dan lain - lainnya.
Sekarang saatnya rakyat Aceh itu dibebaskan dari segala sandera masa lalu, agar maju dan berkembang pesat, agar melesat jauh, karena titk berangkatnya kini dan disini, bayangkan jika titik berangkatnya dari jaman Iskandar Muda, berapa lama akan melesat, perjalanannyapun ditempuh dengan kuda, bukan dengan pesawat, bukan dengan jet. Berhentilah mengelabui rakyat dengan kejayaan masa lalu, karena tanggung jawab yang ada saat ini lebih besar, beranilah bertanggung jawab dengan bekerja giat kini dan jangan lari dari tanggung jawab dengan membawa - bawa masa lalu.