“Namo Buddhaya”, Nabi itu bernama Budha, Sidharta Gautama
Teuku Muhammad Jafar Sulaiman
Dalam keyakinan kaum Muslim, nabi adalah manusia-manusia suci dan luar biasa yang karena kepekaan mereka, ketabahan mereka dan karena wahyu Tuhan yang mereka terima yang kemudian mereka sampaikan kepada manusia dengan berani tanpa mengenal taku sehingga dapat mengalihkan hati nurani umat manusia dari ketidak tenangan kepada ketenangan sehingga manusia dapat menyaksikan Tuhan sebagai Tuhan dan setan sebagai setan.
Tuhan mengirimkan nabi untuk membangun suatu umat yang akan berada dalam revolusi yang permanen, menegakkan keadilan sosial, persaudaraan kemanusiaan, dan memperjuangkan suatu masyarakat tanpa kelas. Persaudaraan kemanusiaan dalam lingkup yang paling kecil sampai skala global adalah tuntutan penting dalam kehidupan manusia hari ini, menjadi saudara karena sesama manusia, yang di ikat oleh kesatuan kebaikan.
sumber : Google |
Al-Qur’an memandang kenabian ini sebagai sebuah fenomena yang bersifat universal. Di setiap belahan dunia ini pernah tampil seorang Rasul Allah, baik yang disebutkan maupun yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Rasul-rasul atau Nabi-nabi itu sedianya “diutus untuk kaum mereka” sendiri, meskipun ajaran yang mereka sampaikan itu sesungguhnya tidak eksklusif untuk negerinya saja. Ajaran mereka bersifat universal, karena itu harus diyakini dan diikuti oleh seluruh umat manusia. Inilah yang dimaksudkan dengan pernyataan bahwa kenabian itu satu, tidak dapat dipecah-pecah meski dalam kenyataan historisnya berjumlah sangat banyak serta berada pada sejumlah kawasan yang berbeda.
Dalam satu tulisannya, “Benarkah Budha itu Nabi Zulkifli”, Gus Nadir, melalui kisah Kyai Ujang di Negeri Kangguru, memberikan penjelasan :
“Ada 124 ribu jumlah para Nabi dan diantara mereka itu ada sekitar 315 para Rasul, namun hanya 25 yang diceritakan kisahnya dalam al-Quran: “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS Al-mukmin 40 : 78).
Makna dari ayat ini adalah : pertama, ada sejumlah Nabi yang Allah sebutkan namanya secara jelas dalam Quran, 25 Nabi yang masuk kategori ini. Kedua, ada yang Allah singgung kisahnya tanpa menyebutkan namanya secara jelas, yang masuk kategori ini seperti Nabi Samuel, Nabi Khidr, Nabi Uzair.Ketiga, ada yang tidak Allah ceritakan dan tidak pula Allah singgung dalam Quran tapi diceritakan oleh Nabi Muhammad. Misalnya Nabi Sith, Nabi Yusa, Nabi Samson. Keempat, ada juga kisah orang suci yang Allah ceritakan baik disebut namanya secara jelas atau tidak disebutkan namun para ulama masih berdebat apakah mereka termasuk kategori Nabi atau bukan. Misalnya yang masuk kategori ini nama-nama seperti Zulkarnain dan Lukman. Ada juga kisah Habib an Najjar dalam surat Yasin yang tidak disebut namanya secara jelas. Kelima, ada Nabi-Nabi yang Allah dan RasulNya tidak ceritakan tapi disebutkan dalam kitab suci sebelum Quran. Misalnya, di Iskandariyah Mesir terdapat masjid dan makam Nabi Danial. Keenam, di luar nama-nama dalam perjanjian lama dan baru, ada juga nama-nama tokoh utama dalam agama lain yang menurut sebagian ulama boleh jadi mereka juga para Nabi. Misalnya, ada yang menyebut Budha dan lain-lain.
Agama Budha adalah jalan tengah bagi kehidupan manusia, yang menghidupkan manusia dengan ajaran welasasih (kasih sayang). Jalan tengah ini adalah wahyu atau pencerahan yang didapat sang Budha Sidharta Gautama dalam pertapaannya dibawah pohon Bodi. Budha menjalani pertapaan yang sangat ekstrem, sampai tubuhnya kurus kering, namun akhirnya Budha mendapatkan pencerahan bahwa jalan ektrem bukanlah jalan pencerahan.
Berdasarkan penelitian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan dengan memanfaatkan berbagai objek pengamatan seperti peninggalan sejarah, cerita-cerita kuno, dan apa yang tertulis dalam berbagai kitab masa lampau. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa agama Budha terlahir di abad ke-6 SM di Nepal. Orang yang menjadi pencetusnya adalah seorang ksatria bernama Siddharta Gautama. Agama ini juga muncul karena adanya reaksi terhadap hadirnya agama Hindu yang muncul lebih awal. Dari Nepal, agama Budha menyebar dengan cepat mengalahkan penyebaran agama Hindu ke berbagai daerah di India, hingga ke seluruh benua Asia. Hingga kini, agama Budha sudah menjadi agama mayoritas di beberapa negara seperti Thailand, Kamboja, Singapura, Myanmar, dan Taiwan. Agama Budha mencapai masa kejayaan di zaman pemerintahan Raja Ashoka (273-232 SM) yang menetapkan agama Budha sebagai agama resmi negara. Pada zama raja Ashoka banyak dibangun bangunan-bangunan yang sangat berharga bagi Agama Budha seperti stupa dan tugu-tugu yang terkenal dengan sebutan Tiang-Tiang Ashoka.
Tokoh Muslim yang menyinggung tentang Budha diantaranya adalah Rasyid Ridha dengan memperluas skema ahli kitab. memperluas makna Ahli Kitab yang tidak hanya sebatas Yahudi dan Kristen, namun juga Budha, Hindu, Konghucu dan agama-agama lainnya yang memiliki kitab suci (al-kitab) atau pedoman yang mirip kitab suci (syubhat al-kitab). Perluasan makna Ahli Kitab yang tidak melulu Yahudi dan Kristen ini tentu memiliki implikasi lain yang lebih luas, salah satunya ialah kemungkinan bahwa ada nabi-nabi lain yang berada di luar tradisi Bani Israil dan nabi ini membawa ajaran baru bagi masyarakat yang menjadi medan dakwahnya.
Seorang mufasir Al-Qasimi (w. 1914 M) ketika menafsirkan surat ke-95 (At-Tin) menjelaskan bahwa sementara pakar pada masanya memahami kata At-Tin sebagai pohon (di mana) pendiri agama Budha (memperoleh wahyu-wahyu Ilahi), kemudian Al-Qasimi menegaskan bahwa: ‘Dan yang lebih kuat menurut pandangan kami bahkan yang pasti, bila tafsir kami ini benar, adalah bahwa dia (Budha) adalah seorang Nabi yang benar.”
Dalam kitab “al-Jawab as-Sahih li-man Baddala Din al-Masih (Jilid 5 Bab Syahadat al-Kutub al-Mutaqaddimah bi Nubuwwati Muhammad SAW)”, Ibnu Taymiyyah – dalam penafsirannya atas kata Faran sebagai Mekkah ketika menjelaskan mengenai munculnya agama-agama samawi di beberapa tempat yang disebutkan perjanjian lama – menegaskan kemungkinan Buddha sebagai salah satu Nabi Allah SWT.
Ketika menafsirkan ayat pertama dari surat at-Tin, Ibnu Taymiyyah dengan sangat menarik menjelaskan: "Sebagian ulama saat ini (yang semasa dengan Ibnu Taymiyyah) menafsirkan firman Allah yang berbunyi Wat-tin (demi pohon Tin) sebagai pohon Budha, pendiri agama Buddhisme, yang telah mengalami banyak penyelewengan dari kebenaran aslinya. Penyelewengan ini terjadi karena ajaran-ajaran Budha sendiri belum dituliskan di masanya. Ajaran-ajarannya disampaikan secara lisan sama seperti halnya periwayatan hadis-hadis Nabi (pra-kodifikasi). Namun ketika pengikutnya sudah mulai membanyak, barulah ajaran-ajarannya dituliskan.”
Setelah menjelaskan tafsir ulama yang semasa dengannya, Ibnu Taymiyyah seperti biasanya mentarjih pandangan yang menurutnya paling benar. Karena itu, dalam al-Jawab as-Sahih, ulama yang menguasai banyak bahasa ini mempertegas pandangannya:
“Yang paling benar menurut kami setelah mengecek pandangan ini dengan teliti, dan jika memang tafsir kami atas ayat ini bisa sahih, Budha adalah seorang Nabi yang asli. Nama aslinya ialah Sakyamuni atau Gautama. Sebelum menjadi Nabi, pada mulanya ia pergi bersemedi di bawah pohon besar. Setelah itu turunlah wahyu dan Allah mengutusnya sebagai Rasul. Lalu datanglah setan untuk menguji kenabiannya namun tidak berhasil. Pohon tempat Budha bersemedi itu sangat popular di kalangan penganut Budha. Bagi mereka, pohon ini disebut sebagai pohon Ara (pohon tin/bodhi) yang suci atau dalam bahasa mereka disebut sebagai Ajabala (?)”
Jika tafsir Ibnu Taymiyyah ini benar, pandangan Rasyid Ridha yang memperluas makna Ahli Kitab yang mencakup selain Yahudi dan Kristen bisa dibenarkan juga. Ini artinya para penganut agama Budha juga termasuk Ahli Kitab.
Mirza Tahir Ahmad, Khalifah ke-4 dari komunitas Muslim Ahmadiyah, di dalam bukunya “Revelation, Rationality, Knowledge & Truth”, menyebutkan bahwa Buddha sesungguhnya adalah seorang Nabi Tuhan yang mengajarkan monotheisme. Dia mengutip dari inskripsi stupa Ashoka yang menyebutkan "Isa'na" yang berarti Tuhan.
Buku Revelation Rationality Knowledge and Truth sumber : Amazon.com |
Dalam dunia Sufi, perkara-perkara seperti ini adalah hal yang biasa saja, dan bukan sama sekali sebuah beban sejarah yang membuat umat manusia tersekat atau terpisah-pisah karena berbagai agama dan kepercayaan yang berbeda, karena sufi adalah sebuah titik temu, mempertemukan manusia apapun agama dan kepercayaannya kedalam kesucian persaudaraan umat manusia. Bagi Sufi, Tuhan, yang menubuwahkan kenabian bukanlah untuk dipercayai, tetapi untuk dijumpai dan ditemui. Kalau memilih beragama, memilih bertuhan, mengapa masih bicara percaya Tuhan atau tidak, itu sebuah level yang sangat rendah dalam beragama, sesuatu yang sudah permanen, untuk apa diungkit-ungkit lagi, sejatinya adalah jumpai dan temui Tuhan, maka itu diatas levelnya diatas percaya.
Terlepas dari itu semua, dunia ini bukanlah sebuah ketunggalan, tetapi sebuah kesinambungan yang semuanya bersatu dalam titik temu-titik temu. Demikian halnya terkait dengan Kenabian Sang Budha Sidharta Gautama. Sejarah telah membenarkan bahwa BUdha adalah manusia suci, yang memperoleh wahyu, yang mengabarkan kebenaran dengan “ membabar Dharma” dan semua dakwah yang dilakukan Budha ini adalah dakwahnya para nabi-nabi. Tidak ada yang baru didunia ini, yang ada hanyalah pengulangan-pengulangan saja dalam masa dan bentuknya yang berbeda. Jauh sebelum hukum Qishas dalam Al Quran, dalam prasasti kuno babilonia, raja Hammurabi telah menerapkan sebuah Undang-undang Hammurabi (Code of Hammurabi). Aturan Hukum Hammurabi tertatah di batu-batu besar yang ditemukan oleh para arkeolog di reruntuhan kawasan Mesopotamia. Melalui temuan tersebut, Hammurabi secara tak langsung telah ditahbiskan sebagai raja yang pertama kali membuat hukum. Sebab, hanya Hammurabilah satu-satunya raja zaman kuno yang memulai kodifikasi hukum secara rapi. Maka wajar jika dalam buku-buku diktat sejarah sekolah, Hammurabi dianggap sebagai raja yang telah berjasa melahirkan konsep hukum modern, diantara hukum Hammurabi yang terkenal ini adalah “ hukum nyawa dibalas nyawa, mata dibalas mata” yang dalam Islam kemudian dikenal dengan hukum Qishas. Tentu demikian halnya dalam kisah-kisah kenabian universal didunia ini. Dunia hari semakin kacau, pertikaian masih terus terjadi dan suatu saat nanti semua agama-agama memang harus bersatu kedalam penyatuan satu wujud spiritualitas agama yang dikendalikan oleh sebuah “ supreme Spirituality” demi terwujdunya kedamaian dunia.
Dah salah satu spirit itu adalah spiritualitas Budha….
Selamat Hari Raya Waisak 2465 BE, semoga seluruh Umat Berbahagia